Senin, 23 Februari 2009

Uneg-uneg

CQ


Maksud dari huruf Q pada judul di atas adalah Quotient, yang pada awal mulanya digunakan pada istilah IQ (intelligence quotient) merupakan pengkategorian /level untuk melihat tingkat kecerdasan intelegensi seseorang. Sudah sangat jamak kita dengar istilah genius untuk seorang yang memiliki IQ tinggi artinya dia memiliki kemampuan intelektual yang tinggi seperti Albert Einstein atau pak Habibie. Untuk beberapa dekade, IQ sangat dominan sebagai sebuah alat ukur untuk mengkategorikan kemampuan manusia. IQ banyak dihubungkan dengan prestasi intelektual, prestasi studi, performa kerja, atau kemampuan manusia lainnya. Namun, kepopuleran penggunaan IQ sebagai satu-satunya metode untuk memotret kapabilitas manusia mulai ditanyakan ketika muncul teori quotient-quotient yang lainnya. Yang pertama dan paling populer muncul adalah Emotional Quotient (EQ) atau Kecerdasan Emosional yang merupakan suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya (Goleman, 1995). Orang yang memiliki EQ yang tinggi memiliki kemampuan lebih baik dalam kepemimpinan, pengambilan keputusan, kerjasama tim, kreativitas, inovasi, komunikasi hingga mengatasi konflik. Kemudian muncul Spiritual Quotient atau Emotional Spiritual Quotient (kecerdasan spiritual) yang banyak diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menyelaraskan hati dan budi sehingga ia mampu menjadi pemimpin yang berkarakter dan berwatak positif. Pada akhirnya banyak sekali kecerdasan-kecerdasan lain yang muncul seperti Financial Quotient (kecerdasan mengatur keuangan), Kecerdasan musik, kecerdasan bahasa serta kecerdasan-kecerdasan lainnya.
Merefleksikan teori-teori Quotient di atas, imajinasi saya terbang dan akhirnya hinggap pada sebuah permasalahan paling gawat di negeri ini: Korupsi (Corruption, C pada judul di atas). Korupsi sudah berabad tumbuh subur, waris-mewaris antar generasi bahkan banyak disimpulkan bahwa korupsi sudah membudaya di negeri ini. Mulai para pejabat pemerintahan atau pengusaha dengan korupsi tingkat tingginya yang tentusaja dengan uang yang besar pula sampai pedagang pinggir jalan yang mengurangi timbangan kilo-perkilo buahnya, semua sudah dianggap hal yang biasa dilakukan. Korupsi yang sudah membudaya ini merupakan media munculnya berbagai macam perilaku korupsi yang berjalan berabad-abad dengan metode yang selalu up-to-date mengikuti perkembangan jaman, teknologi serta peraturan-peraturan atau lembaga-lembaga penjeratnya. Hal-hal tersebut tentu saja akan menjadi model atau pola yang ter-patern pada setiap orang di negeri ini, yang pada akhirnya (akan sangat mungkin) mengarah kepada teori-teori Quotient yang saya sebutkan di atas dan dapat direfleksikan pada perilaku korupsi. Akhirnya, dari analogi tersebut, tidak salah jika kemudian saya memiliki ide untuk mengupas sebuah model kecerdasan yang berhubungan dengan perilaku korupsi, yaitu CQ atau Corruption Quotient (Kecerdasan Korupsi). CQ dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang melakukan korupsi, termasuk di dalamnya merencanakan, merancang, melakukan dan menutupi korupsi dengan tepat, aman, serta menguntungkan.
Meskipun hanya melalui sebuah analogi sederhana dari beberapa teori Quotient di atas, namun CQ bisa jadi sebuah penggambaran yang tepat dari perilaku-perilaku korupsi yang dilakukan di Negeri ini. Saat ini, metode-metode yang digunakan dalam korupsi sudah sangat beragam dan canggih dalam mengakali peraturan perundangan yang ada. Lembaga-lembaga anti korupsi semacam KPK pun kelihatannya kesulitan melaksanakan pemberantasan korupsi dan banyak dikritik hanya mampu melakukan tebang pilih. Hal tersebut menunjukkan betapa para pelaku korupsi di Negeri ini sangatlah cerdas bila ditinjau dari tingkat CQ-nya. Dan sialnya, tampaknya CQ ini bisa dengan cepat berkembang seiring dengan berbagai metode yang digunakan untuk mencegah atau membasmi korupsi. Ibarat virus penyakit yang semakin ganas dan rumit sebagai akibat dari resistensi terhadap obat-obat yang beraneka ragam jenisnya.