Coret-coretan
Ngobrol Agak Serius Dengan Pak Taufik Effendi
Ngobrol Agak Serius Dengan Pak Taufik Effendi
Tulisan ini merupakan hasil audiensi saya (atas nama majalah ITJEN DEPHUB "Transparansi") dengan dengan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Bapak Taufik Effendi di Kantor Beliau yang asri di Jalan Sudirman, Jakarta. Dengan Menteri yang lahir di Barabai Kalimantan Selatan, 12 April 1941 ini, saya terlibat dalam perbincangan yang sangat menarik mulai dari permasalahan pendayagunaan aparatur negara, Good Governance, best practices dalam pemerintahan, sampai permasalahan-permasalahan pokok bangsa ini. Terlibat diskusi dengan Menteri yang supel dan terbuka ini, saya mendapatkan wawasan yang begitu komplit dari berbagai sudut pandang, mendalam serta bervisi jauh ke depan. Hal ini sangat sejalan dengan bakat serta pengalaman beliau yang sangat beragam. Mungkin banyak yang belum tahu jika lulusan Fakultas Sosial dan Politik, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada ini pernah berkarir di Kepolisian dan Peneliti di BPPT, sebelum akhirnya terlibat dalam kancah politik yang akhirnya mengantar beliau pada posisi Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Ini. Berikut hasil audiensi Transparansi dengan Bapak Taufik Effendi, yang disampaikan dalam bentuk narasi.
Tentang Pegawai Honorer
Begitu saya masuk ke ruangan beliau, pertama-tama beliau langsung menyampaikan permasalahan pegawai honorer di Negara kita. “Tolong di muat ya, apalagi Transparansi, sesuai namanya harus disampaikan apa adanya” Demikian Pak Taufik memulai pembicaraan ini.
Permasalahan Pegawai honorer merupakan sebuah isu yang sangat menarik. Sebenarnya hal tersebut berawal dari hal yang sangat sederhana sekali, yaitu untuk mengangkat derajat pegawai honorer, supaya lebih ada kepastian, memiliki kesejahteraan yang lebih baik. Kalau hanya sekedar dari sisi itu tidak terbayangkan sesuatu yang ribet, karena logikanya daftar pegawai honorer di daerah maupun disetiap instansi pasti sudah ada. Logikanya daftar itu bisa didapatkan dari daftar gaji mereka tersebut. Waktu diminta untuk menyampaikan daftar pegawai tersebut, logikanya satu minggu selesai, hanya tinggal mengcopy atau menyalin saja. Tetapi, kenyataannya 1 bulan tidak selesai, 2 bulan tidak selesai, 3 bulan tidak selesai, 4 bulan tidak selesai. Daftar itu baru selesai dan disampaikan setelah 7 bulan. Mengapa baru 7 bulan? Itupun penuh dengan rekayasa. Hal ini dapat diilustrasikan dengan sebuah contoh sederhana:
Berawal dari sebuah pengumunan, seorang guru honor swasta mendengar bahwa Guru honor akan diangkat menjadi PNS, karena ia merasa guru honor maka dia merasa berhak diangkat padahal dia guru swasta. Dia pikir sama-sama honornya lalu ada orang yang mendorongnya: “itu guru honor segera diangkat”. Jadi pada awalnya, disini ada kata-kata honor dan kebetulan sama-sama guru maka kesimpulannya sama-sama berhak sebagai PNS lalu mereka pikir apa bedanya. Makanya muncullah pegawai honorer, ada pegawai honorer dari yayasan, ada yang dari desa/kelurahan, ada dari persatuan guru dan murid, ada juga yang diangkat dengan bermacam-macam cara, diangkat yayasan ada, diangkat kepala sekolah ada, diangkat kepala desa ada, diangkat kepala UPT ada.
Sebetulnya permasalahan ini adalah masalah batas, karena selama ini orang tidak menyadari sesuatu itu ada batasnya. Batas itu adalah persyaratan, contohnya : Semua warga Negara RI mempunyai hak yang sama untuk diangkat menjadi TNI tetapi dalam prakteknya tidak semua Warga RI bisa menjadi anggota TNI, ada persyaratannya dan ini bukan diskriminasi. Ini yang perlu menjadi perhatian, di sini telah terjadi penyesatan logika. Hal inilah yang harus dibuat transparan, kita harus menggunakan logika yang sebenarnya, dan setiap wilayah punya batas-batas, setiap Departemen punya batas-batas. Batas ini harus dijaga karena dipayungi oleh UU dan harus dihormati oleh semua pihak.
Misalnya, ada batas-batas yang menjadi bagian dari aparatur negara, siapa yang dimaksud dengan Aparatur Negara itu. Aparatur Negara adalah siapa saja yang mendapat penghasilan dari APBN, APBD, di luar batas itu bukan. Kemudian aparatur Negara adalah yang diangkat oleh Pembina Kepegawaian yang berwenang. Perlu diperhatikan bahwa yang mengangkat mesti jelas, sama-sama Presiden, tapi kalau presiden partai dan Presiden RI itu ya berbeda.
Sekedar menjadi selingan, jadi yang sangat penting untuk transparansi adalah pelurusan istilah-istilah yang bisa menyesatkan kita. Yang pertama istilah diskriminasi, apa yang dimasksud dengan diskriminasi itu. Seperti disampaikan di atas, semua warga negara bisa menjadi TNI, namun tidak semua menjadi anggota TNI, ada syarat-syaratnya. Nah, itu bukan diskriminasi, kalau orang kalimantan tidak boleh menjadi anggota TNI itu baru namanya diskriminasi. Yang kedua, banyak orang menyatakan demokrasi yang merupakan sesuatu paham yang menuntut adanya aturan. Demokrasi yang menjamin kebebasan pendapat bukan kebebasan bertindak. Demokrasi juga merupakan kesediaan utk menerima pendapat orang lain atau orang yang terbanyak. Demokrasi menuntut tidak boleh memaksakan kehendak, demokrasi tanpa aturan namanya bukan demokrasi tapi anarkis.
Kembali lagi ke batasan, batas tersebut di atas adalah yang diurus oleh Kementerian Negara PAN adalah ini warganyayang masuk diruang lingkup Aparatur Negara. Pegawai Honorer yang diurus oleh Kementerian Negara PAN adalah Pegawai Honorer yang masuk ruang lingkung Aparatur Negara, yang diluar itu tidak termasuk. Seperti halnya dokter, ada dokter swasta, ada dokter pemerintah, dokter pemerintah ada bermacam-macam dokter, ada dokter tentara, ada dokter polisi, dokter kementerian/departemen, masing-masing tunduk pada aturan tersendiri, sama-sama dokter sama-sama bertugas mengobati, namun berbeda karena adanya aturan-aturan tertentu. sedangkan pegawai-pegawai yang diluar aparatur ini urusan siapa? Ya urusan Departemen masing-masing. Ada lagi guru-guru agama, itu urusannya ada di Departemen Agama. Sedangkan guru negeri pasti urusan menteri Aparatur Negara. Contoh guru di pesantren, gurunya pintar mengaji, ngajar pinter lalu minta diangkat menjadi PNS, lalu ijazahnya apa, itu akan menimbulkan masalah, dan masalah ini akan ditangani secara khusus oleh menteri Agama.
Batas-batas Ini muncul sebagai dorongan. Sebenarnya berbagai pihak yang terlibat sudah tahu kalau dirinya ragu-ragu. Ada tiga jenis orang yang terlibat disini: ada yg tidak tahu, tapi dia tidak tahu dirinya tidak tahu, ada juga orang yang tidak mau mengerti, ada lagi yang mau coba-coba, siapa tahu diangkat PNS. Mengapa hal ini terjadi? saya lihat ada beberapa indikasi:
Yang pertama, tadi daftar yang sebenarnya bisa diselesaikan dalam waktu 1 minggu, tapi baru selesai setelah 7 bulan. Bukannya mengcopy daftar lama malah dibuat daftar baru dengan rekayasa, ini bukan salah siapa-siapa dan tidak bisa saling salah menyalahkan meskipun antara BKD dan BKN itu kesulitan adalah BKD adalah aparat Pemda dan BKD itu tunduk taat pada gubernur. Kemuadian yang kedua disebabkan ada yg kocok-kocok cari-cari keuntungan, siapa tahu bisa lolos. Yang ketiga adalah suasananya, situasinya karena saat ini memang banyak sekolah swasta yang kondisinya sangat memprihatin kesejahteraannya. Pemikirannya dengan menjadi PNS pasti ada peningkatan kesejahteraan, ada pensiunnya, dan sebagainya. Yang keempat adalah didorong oleh pihak-pihak tertentu yang memang punya tujuan tertentu, senang lihat yg ramai. SMS (senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang), kemudian yang lebih parah lagi ini dibawa ke ranah politik, dengan berbagai cara untuk mendiskreditkan pemerintah.
Tentang Reformasi dan Good Governance.
Pada prinsipnya kita mau mengembalikan bagaimana reformasi bisa berjalan dengan benar, “apa yang saya lakukan ini bagian dari reformasi” Demikian Pak Taufik menyambung pembicaraan ini. Reformasi birokrasi mencakup dua hal penting:
Yang pertama adalah Perubahan Mindset dari cara berfikir kekuasaan menjadi cara berpikir peranan, apa perananya? yaitu setiap Departemen, setiap Lembaga bahkan setiap warga Negara dituntut memiliki peranan: mengurangi pengangguran, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Jaman dulu kita hanya berpikir wewenang/kekuasaan, setiap Departemen yang berperan sebagai Departemen induk, akhirnya menjadi seperti pasar, itulah yg terjadi di tempat-tempat perijinan.
Sekarang sudah banyak terjadi perubahan bukan sebagai penguasa tapi peranannya apa. Peran Perhubungan mengurangi kemiskinan apa, mengurangi pengangguran apa. Dengan kita berpikir peranan maka setiap Departemen dan Kementerian harus betul-betul bisa melepaskan yang namanya egosektor, jangan berfikirnya pendek. Contohnya kita kadang-kadang berfikir bhwa kalau di bidang kesehatan rakyat sudah senang kalo pas sakit gratis, mk berlomba-lombalah setiap kabupaten membuat rumah sakit gratis, bukan itu yang saya minta, menurut saya kalau bisa bagaimana menjauhkan masyarakat dari masalah itu, bagaimana agar masyarakat tidak sakit. Dengan menjauhkan mereka dari rumah sakit yaitu pertama dia menciptakan lingkungan yang bersih, melakukan penyuluhan lingkungan dengan baik. Kemudian dengan penerapan prinsip-prinsip hidup yang sehat, contoh orang tua kita dulu pintar mengajari kita makan kalau kamu makan masak sayur lodeh jangan lupa pakai daun salam, daun salam itu menghilangkan unsure-unsur jahat dari kolesterol, asam urat, tapi kita sok modern kita kasih ajinomoto yang sudah kita tahu itu racun.
Jika kita melihat dari segi keamanan, prinsip keamanan ini harus diubah, keamanan yang saya dambakan itu namanya security through services, keamanan melalui pelayanan, contoh pelayanan paspor yang tadinya 40 hari sekarang 3 jam dengan pelayanan yang cepat itu, calo tidak bakalan ada, tidak perlu dilarang, begitu semua gampang calo pasti tersisih dengan sendirinya. “Saya pernah bicara dengan Kapolri, Kapolda, Jakgung bahwa tugas akhir dari keamanan itu bukan memasukkan banyak-banyak orang dipenjara tapi bagaimana menjauhkan mereka dari penjara yaitu menciptakan masyarakat yang law obedience, masyarakat yang paham hukum. “Bisakah semua kita laksanakan dengan kasih sayang, dengan Arrohman Arrohim?”
Yang kedua adalah adalah Perubahan Mindset dari cara berfikir sebagai penguasa menjadi berpikir sebagai pelayan, artinya dia melayani masyarakat. Untuk bisa melayani masyarakat dia harus tahu:
1. Apa yang diinginkan oleh masyarakat. Termasuk di dalamnya, apa saja keluhan masyarakat kepada instansi pemerintahan.
2. Apa saja pengharapan masyarakat terhadap instansi pemerintah.
3. Apa saja langkah-langkah antisipasi yang akan dilakukan.
Sebenarnya yang diinginkan masyarakat itu sederhanya saja: masyarakat ingin mendapatkan pelayanan yang baik: mudah dalam artian jelas syarat-syaratnya, murah dalam artian jelas biayanya, dan cepat dalam artian jelas kapan selesainya.
Tentang Bangsa Indonesia dan Ciri khasnya.
Berkaitan dengan perubahan mindset di atas adalah kondisi personil/pejabatnya. Ini berkaitan dengan salah satu potensi yang dimiliki Bangsa Indonesia untuk membentuk manusia-manusianya menjadi orang-orang yang berkualitas. Bangsa Indonesia sebenarnya memiliki cirikhas yaitu “bangsa yang agamis”. Ibarat mobil maka ciri-cirinya adalah adanya setir, ada ban, ada mesin. Begitu juga bangsa ini, sebagai bangsa yang beragama, sudah tentu memiliki cirri-ciri antara lain rakyatnya percaya akan adanya Allah/ Tuhan Yang Maha Esa, kalau kita percaya akan ada-Nya, pasti taat kepada-Nya, menjauhi larangannya dan melaksanakan/mengerjakan perintah Nya, dan sebagai akibat logisnya atau outputnya pasti kita dapat membedakan mana yang lebih baik dan yang salah, yang halal dan yang haram, mana yang bermanfaat mana yang membawa bencana dan sebagainya. Sedang outcomesnya, atau secara faktual, yang terlihat dalam tingkah laku sehari-hari adalah sifat jujur, hormat pada hak orang lain, sabar, jiwa besar dan lain-lain.
Pemikiran ini didapat dari adanya pertanyaan, mengapa bangsa-bangsa lain lebih maju, kenapa bangsa saya tidak maju, ada orang bilang bangsa tua lebih maju tapi nyatanya tidak, atau dikarenakan sumber daya alam. Intindari semuanya adalah rakyatnya, penduduknya Negara-negara maju itu sebagian besar penduduknya di Negara-negara yang maju memiliki sifat kurang dimilki oleh Negara-negara lain. Ada idiom, kalau santennya apek dan basi nasinya, maka siapapun yang menjadi juru masak tetap tidak bisa menghasilkan makanan enak. Lee kwan Yew ketika membenahi Singapura yang terpuruk, pertama kali yang menjadi prioritas adalah pendidikan TK dan SD, dan generasi mereka inilah yang sekarang menjadi tulang punggung kuatnya Siangapura. Kalau kita salah membajak sawah hanya rusak tanaman semusim tetapi kalau salah mengelola bangsa ini, rusak semuanya.
Coba direnungkan bahwa perbedaan antara negara berkembang (miskin) dan negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya negara India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Di sisi lain, Singapura, Kanada, Australia & New Zealand negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun, saat ini mereka adalah bagian dari negara maju di dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin
Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang sangat terbatas. Daratannya, 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian dan peternakan. Tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara “industri terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang jadinya.
Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya yang bisa ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan kualitas terbaik. (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Swiss juga tidak mempunyai cukup reputasi dalam keamanan, integritas, dan ketertiban – tetapi saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai di dunia.
Para eksekutif dari negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari negara terbelakang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan Ras atau warna kulit juga bukan faktor penting. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa.
Perbedaannya adalah pada sikap/perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis atau perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-hari mengikuti / mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan sebagai berikut:
1. Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari
2. Kejujuran dan integritas
3. Bertanggung jawab
4. Hormat pada aturan & hukum masyarakat
5. Hormat pada hak orang/warga lain
6. Cinta pada pekerjaan
7. Berusaha keras untuk menabung & investasi
8. Mau bekerja keras
9. Tepat waktu
10. Tidak menyalahkan orang
Kita harus belajar dari sejarah bangsa kita, kita pernah memiliki kerajaan-kerajaan besar pada masa lampau. Contohnya Majapahit, Sriwijaya dan Mataram, tapi semua tak berumur lama, kenapa? Semua kerajaan itu hancur bukan Kehancuran bangsa bukan oleh musuh tapi pengkhianatan dan kebodohan bangsa itu sendiri. Berkaca dari sejarah tersebut, jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang telah kita lakukan pada masa-masa tersebut.
Tentang Strategi Peningkatan Kualitas kinerja Pemerintahan
Kondisi obyektif dari birokrasi pemerintahan kita tahun 2004 dan tahun-tahun sebelumnya, jumlah personil besar, kompetensi kecil penyebaran tidak merata, penghasilan rendah, pelayanan public buruk, serta korupsi. Menghadapi hal tersebut, ada tiga strategi yang saya gunakan:
Strategi pertama, menarik kembali kepercayaan masyarakat. Dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat, dengan membangun best practices di lima daerah, dimulai dr bawah dilandasi falsafah: bermula dari akhir dan berakhir dari awal, ujungnya kan pelayanan dengan: apa syaratnya, berapa ongkos dan berapa lama selesainya.
Hal ini berkaitan dengan motivasi, motivasi itu hanya akan timbul bila kepentingan kita ada di situ. Contoh: saat-saat pacaran, ketika sang pacar minta dijemput jam 5, maka yang terjadi jam 11 lihat jam, jam 2 lihat jam, dst…Akhirnya, “wah gak punya motor, sampai dibelain pinjam motor dan tidak malu untuk pinjam motor” Akhirnya jam 5 teng sudah menjemput. Ini terjadi karena ada kepentingan. Lain ceritanya jika disuruh jemput mak-nya, pasti ada saja alasannya, mana yang tidak ada motor, dan sebagainya. Kitapun tidak bisa mendorong anak buah kalau tidak ada motivasi.
Pada tahun 2005, ada lima daerah yg melaksanakan best practices, hasilnya: PAD naik, fiscal naik, perajin naik, lalu saya puji setengah mati. Di sini saya menggunakan pendekatan bangsa, mencacimaki itu bukan pendekatan bangsa. Itu justru menghancurkan bangsa. “Tolong tulis, mencaci maki justru menghancurkan bangsa”. Kalau ingin membangun bangsa ini, pujilah. Ini saya praktekan, sampai-sampai orang yang mendengarnya bosan, Sragen lagi Pak Taufik, Solok lagi Pak Taufik Namun akhirnya daerah lain akan mencari tahu kenapa sih dengan sragen? Kenapa dengan Jembrana? Sangatlah lumrah jika daerah lain ingin dipuji juga. Alhamdulillah dari 5 menjadi berkali-kali lipat, sekarang ada 300 daerah. Apa motivasinya? Ingin meniru. Selain itu ada efek lainnya, yaitu terdapat 172 kepala daerah incumbent yang terpilih lagi dengan telak, bahkan terpilih untuk jabatan yang lebih tinggi, Bupati Solok terpilih menjadi Gubernur.
Strategi yang kedua adalah dengan penekanan pada investasi, karena dengan investasi kita bisa mengurangi kemiskinan, pengangguran dan tentu saja meningkatkan kesejahteraan.
Sedangkan strategi yang ketiga, dengan melakukan grand design pada tiga lembaga: Departemen Keuangan, Mahkamah Agung, dan KPK, dengan konsep remunerasi berbeda, tapi nantinya semua departemen pasti akan seperti tiga lembaga tersebut, Tapi tentu saja tiap Departemen harus ada persiapan untuk hal tersebut.
Yang terakhir Pak Taufik menyampaikan, “kan ini Jurnal Inspektorat, apa peran inspektorat?” Peran Itjen bukan menjadi polisi, bukan watch dog, Itjen harus berperan sebagai quality assurance. Itu yang sudah saya bicarakan dengan KPK, bagaimana supaya Itjen bisa berperan sebagai quality assurance, bagaimana aturan mainnya, nanti kemungkinan ada kaitannya dengan koordinasi KPK-Itjen, semacam suatu jaringan. Tapi yang harus diperhatikan adalah perbedaan peran antara external audit yg mencari beda antara perencanaan dg pelaksanaa, ini yang diperankan oleh BPK. Sebelum diperiksa BPK inilah yg akan diperbaiki oleh internal audit. “Inter audit wataknya adalah supervisi, rekomendasi, serta konsultansi” Demikian Pak Taufik menutup pembicaraan ini..