Kamis, 26 Maret 2009

Uneg-uneg

Reformasi Birokrasi dan SDM Aparatur



Birokrasi yang ada saat ini seringkali dituding sebagai biang keroknya ketidakefisienan, ketidakefektifan dan ketidakekonomisan kinerja pemerintah. Bobroknya birokrasi juga seringkali dituding sebagai awal dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebagai jawabannya, reformasi Birokrasi gencar didengungkan untuk membenahi permasalahan tersebut. Tetapi, ketika berbicara proses reformasi birokrasi pastilah muncul pertanyaan dari mana kita memulai reformasi birokrasi? Apa sih sebenarnya yang harus direformasi?
Salah satu variabel utama dari birokrasi yang harus segera direformasi adalah SDM aparatur pemerintah. Dan ketika brebicara mengenai SDM dalam reformasi birokrasi, terdapat dua sudut pandang yang harus secara bersinergi dalam proses reformasinya yaitu: SDM sebagai obyek sebuah birokrasi serta SDM sebagai subyek dalam sebuah birokrasi. Sebagai obyek, dapat diartikan bahwa reformasi haruslah menyentuh pola-pola manajemen SDM aparatur pemerintah yang diterapkan. Manajemen SDM disini tentusaja mencakup semua bentuk perlakuan terhadap SDM mulai dari rekruitmen, pola mutasi, promosi, pengembangan sampai dengan renumerasi. Manajemen SDM disini tentusaja didukung dengan peraturan dan kebijakan yang efektif dan murni mengarah kepada optimalisasi kinerja organisasi. Selanjutnya, peraturan dan kebijakan tersebut tentusaja diharapkan tidak hanya menjadi “macan kertas” tanpa implementasi yang obyektif.
Nah, implementasi inilah yang pada ujungnya mengarah ke pokok bahasan SDM sebagai subyek dalam sebuah birokrasi. SDM aparatur sebagai subyek dalam sebuah birokrasi memegang peranan yang sangat penting, karena merekalah pelaku utamanya. Sebagai pelaku utama, tanpa memiliki kemauan, semangat perubahan, visi serta idealisme untuk melakukan reformasi birokrasi maka reformasi birokrasi tinggalah slogan yang semakin menjauh ke awang-awang. Kemauan, semangat perubahan, visi serta idealisme ini hendaknya merupakan sebuah kesatuan komitmen setiap SDM aparatur pemerintah yang ada, terutama para elite birokrasi sebagai pengambil keputusan sampai dengan aparatur-aparatur pelaksana di bawahnya. Akhirnya proses reformasi birokrasi dikembalikan juga kepada para aparatur pemerintah yang bertanggungjawab atas kinerja pemerintah. Jika kita sendiri tidak memiliki kemauan untuk membenahi diri kita sendiri, berarti memang tidak ingin ada reformasi birokrasi. Jika kita tidak memiliki semangat perubahan, berarti memang menginginkan kondisi “status quo” , tidak ingin berubah menuju kebaikan. Jika kita tidak memiliki visi dan idealism, berarti puaslah kita untuk “jalan ditempat” selamanya.

Tidak ada komentar: